BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Parasit merupakan hal yang sangat merugikan bagi tubuh yang
di tempatinya, mereka hidup dengan memakan nutrisi pada tubuh yang di
tempatinya, dan dapat memberikan efek negative bagi hospes.
Parasit di bagi beberapa kelompok yaitu mikologi, entologi,
protozologi, dan helmintologi. Pada makalah ini akan di bahas tentang kelompok
helmintologi atau cacing, cacing sangat merugikan jika terdapat dalam tubuh
manusia, cacing ada beberapa jenis salah satunya trematoda.
Trematoda adalah cacing yang secara morfologi berbentuk
pipih seperti daun. Pada umumnya cacing ini bersifat hermaprodit, kecuali genus
Schistosoma. Pada dasarnya daur hidup trematoda ini melampui beberapa beberapa
fase kehidupan dimana dalam fase tersebut memerlukan hospes intermedier untuk
perkembangannya. Menurut lokasi berparasitnya cacing trematoda dikelompokkan
sbagai berikut:
1) Trematoda
pembuluh darah: Schistosoma haematobium, S. mansoni, S. japonicum
2) Trematoda paru: Paragonimus westermani
3) Trematoda usus: Fasciolopsis buski,
Echinostoma revolutum, E. ilocanum
4) Trematoda hati:
Clonorchis sinensis, Fasciola hepatica, F. gigantica.
Untuk mengenal lebih jauh tentang cacing trematoda, maka
kami akan membahas lebih lanjut tentang seluk beluk trematoda pada makalah ini.
B.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas,
dapat dirumuskan beberapa masalah yaitu:
1.
Apakah
definisi trematoda dan Morfologi umum
2.
Bagaimana
siklus hidup trematoda dan jenis-jenisnya
3.
Apakah
penyakit-penyakit yang ditimbulkan oleh cacing Trematoda
C. Tujuan
1.
Mengetahui
definisi dan morfologi umum dari trematoda
2.
Megetahui
siklus hidu dan jenis-jenis trematoda
3.
Megeetahui
penyakit yang di timbulkan oleh cacing trematoda
D. Manfaat
1.
Untuk
menambah ilmu pengetahuan
2.
Untuk
bisa mengenal lebih jauh tentang cacing trematoda dan seluk beluknya
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi Trematoda
Trematoda berasal dari bahasa yunani Trematodaes yang
berarti punya lobang, bentuk tubuh pipih
dorso ventral seperti daun.Umumnya semua organ tubuh tak punya ronggat tubuh
dan mempunyai Sucker atau kait untuk menempel pada parasit ini di luar atau di
organ dalam induk siput. Saluran pencernaaan mempunyai mulut, pharink, usus
bercabang cabang. tapi tak punya anus.
Trematoda merupakan cacing pipih yang berbentuk seperti
daun, filum PLATYHELMINTHES dan hidup sebagai parasit. Mereka dilengkapi dengan
alat-alat ekskresi, alat pencernaan, alat reproduksi jantan dan betina yang
menjadi satu (hermafrodit) kecuali pada Trematoda darah (Schistosoma). Mempunyai batil isap kepala (mulut) di bagian
anterior tubuh dan batil isap perut di bagian posterior tubuh (asetabulum).
Dalam siklus hidupnya Trematoda pada umumnya memerlukan keong sebagai hospes
perantara I dan hewan lain (Ikan, Crustacea , keong) ataupun tumbuh-tumbuhan
air sebagai hospes perantara kedua. Manusia atau hewan Vertebrata dapat menjadi
hospes definitifnya. Habitat Trematoda dalam tubuh hospes definitif
bermacam-macam, ada yang di usus, hati, paru-paru, dan darah.
Trematoda dewasa pada umumnya hidup di dalam hati, usus,
paru-paru, ginjal, dan pembuluh darah vertebrata .Ternak , Ikan , Manusia
Trematoda berlindung di dalam tubuh inangnya dengan melapisi permukaan tubuhnya
dengan kutikula Permukaan tubuhnya tidak memiliki silia.
Cacing trematoda banyak ditemukan di RRC, Korea, Jepang,
Filipina, Thailand, Vietnam, Taiwan, India, dan Afrika. Beberapa spesies
ditemukan di Indonesia seperti Fasciolopsis
buski di Kalimantan, Echinostoma
di Jawa dan Sulawesi, Heterophyidae di Jakarta dan Schistosoma
japonicum di Sulawesi Tengah.
B.
Morfologi Umum
1.
Ciri-ciri
Umum
·
Tubuh
Dorsoventra
·
Hidup
sebagai parasit pada vertebrata
·
Tidak
punya epidermis, kutikula berkembang dengan baik
·
Terdapat
2 buah batil isap (batil isap mulut dan batil isap perut)
·
Ukuran
panjang cacing dewasa sangat beraneka ragam dari 1 mm sampai kurang lebih 75 mm
·
Alat
pencernaan tidak sempurna, terdiri dari mulut, faring dan usus
·
Tubuh
tidak terdiri dari segmen
·
Tidak
punya silia dan rhabdoid
·
Bersifat
triploblastic
·
Berkembang
biak dengan bertelur
2.
Taksonomi
·
Ordo
Monogenea
·
Ordo
Aspidocotylea
·
Ordo
Digenea
3.
Morfologi
·
Mulut
terdapat diujung depan, terletak pada cakram otot yang disebut alat pelekat
depan. Agak ke belakang dipermukaan ventral terdapat alat pelekat ventral.
Antara mulut dan alat pelekat ventral terdapat pori genital. Pori ekskresi
terdapat pada ujung posterior badan.
·
Alat
pencernaan makanan terdiri dari mulut, faring, esophagus, usus yang terdiri
dari 2 cabang. Banyak cabang-cabang yang keluar dari usus. Saluran pencernaan
menyerupai huruf Y terbalik yang dimulai dengan mulut dan berakhir buntu pada
sekum.
·
Alat
sekresi terdiri dari sebuah pori ekskresi.
·
System
saraf mirip planaria. Susunan saraf dimulai dengan gangliondi bagian dorsal
esofagus, kemudian terdapat saraf yang memanjang dibagian dorsal, ventral dan
lateral badan.
·
Alat
perekat dilengkapi otot, sehingga mampu untuk melekat
·
Dinding
tubuh diseliputi kutikula yang terdiri dari 3 lapis otot di bawah epidermis
ialah :
1.
Lapis
luar adalah otot sirkuler
2.
Tengah
adalah lapisan longitudinal
3.
Bagian
dalam adalah otot diagonal
·
Hewan
ini tripoblastik, epidermis diseliputi kutikula, mengandung kelenjar
uniseluler, mesoderm membentuk otot, endoderm membentuk usus.
·
Pada
umumnya Trematoda tidak mempunyai alat pernafasan khusus, karena hidupnya
secara anaerob.
4.
Fisiologi
Cacing tidak mempunyai alat gerak. Alat indera tidak
berkembang. Tubuh diselubungi kutikula. Memiliki alat penghisap yang dilengkapi
dengan kait-kait untuk melekatkan diri pada inangnya
C.
Siklus Hidup
Telur à meracidium àsporocyst à redia à cercaria à metacercaria à cacing dewasa.
Cacing dewasa hidup di dalam tubuh hospes definitive. Telur
diletakkan disaluran hati, rongga usus, paru, pembuluh darah atau di jaringan
tempat cacing hidup dan telur biasanya keluar bersama tinja, dahak atau urin.
Pada umumnya telur berisi sel telur, hanya pada beberapa spesies telur sudah
mengandung mirasidium ( M ) yang mempunyai bulu getar. Didalam air telur
menetas bila sudah mengandung mirasidium ( telur matang ). Pada spesies
trematoda yang mengeluarkan telur berisi sel telur, telur akan menjadi matang
dalam waktu kurang lebih 2-3 minggu. Pada beberapa spesies tremotoda telur
matang menetas bila ditelan keong ( hospes peramtara ) dan keluarlah mirasidium
yang masuk ke dalam keong; atau telur dapat langsung menetas dan mirasidium
berenang dalam air; dalam waktu 24 jam mirasidium harus sudah menemukan keong
air agar dapat melanjutkan perkembangannya. Keong air di sini berfungsi sebagai
hospes perantara pertama ( HP 1 ). Dalam keong air tersebut mirasidium
berkembang menjadi sebuah kantung yang berisi embrio, yang di sebut sporokista
( S ). Spoprokista ini dapat mengandung sporokista lain atau redia ( R
);bentuknya berupa kantung yang sudah mempunyai mulut, faring dan sekum.
Didalam dompet sporokista II atau redia ( R ), larva berkembang menjadi serkaria
( SK ).
Serkaria kemudian keluar dari keong air dan mencari hospes
perantara II yang berupa ikan, tumbuh-tumbuhan air, ketam, udang batu dan keong
air lainnya, atau dapat menginfeksi hospes definitive secara langsung seperti
pada Schitosoma. Dalam hospes perantara II serkaria berubah menjadi
metaserkaria yang berbebtuk kista. Hospes definitive mendapat infeksi bila
makan hospes perantara II yang mengandung metaserkaria yang tidak dimasak
dengan baik. Infeksi cacing Schistosoma terjadi dengan cara serkaria menembus
kulit hospes definitive yang kemudian
berubah menjadi skistosomula, lalu berkembang menjadi cacing dewasa dalam tubuh
hospes.
Keterangan Gambar :
• Host intermediet 1 : siput
• Host intermediet
2 : semut
Telur dimakan H.I → menetas→ mirasidium→ migrasi ke glandula
mesenterika→ sporosiste→ sporosiste anak → serkaria→ bergerombol, satu sama
lain dilekat kan oleh subtansi gelatinous yang disebut “SLIME BALLS”→
mengandung 200-400 serkaria→ dikeluarkan dari siput→ melekat di tumbuh-tumbuhan.
Slime
balls dimakan semut. Metaserkaria di cavum abdominalis semut ± 128 per semut.
Dapat juga memasuki otak semut. Induk sapi definitif terinfeksi karena makan
semut→ duktus biliverus→ hati
Cacing yang kecil masuk kecabang duktus biliverus→menempel
dengan perubahan patologi tidak begitu tampak untuk memproduksi telur yang di
butuhkan sekitar 11 minggu setelah hewan memakan metaserkaria (dibanding
Fasciola hepatica) kecuali ada infeksi berat. Pada infeksi lanjut→ Cirrhosis
hepatica dan terbentuk pada permukaan hati, duktus biliverus melebar terisi
cacing.
D.
Jenis-jenis Trematoda
1)
Trematoda
Hati (Clonorchis sinensis)
Cacing
ini pertama kali ditemukan oleh Mc Connell tahun 1874 disaluran empedu pada
seorang cina di kalkuta.hospes dari parasit ini adalah manusia, kucing, anjing,
beruang kutub dan babi. Penyakit yang disebabkan oleh cacing ini adalah
klonorkiasis. Yang termasuk pada kelompok ini yaitu : Clonorchis sinensis, Fasciola hepatica, F. gigantica.
2)
Trematoda
Paru (Paragonimus westermani)
Manusia
dan binatang yang memakan ketam/udang batu, seperti kucing, luak, anjing,
harimau, srigala dan lain-lain merupakan hospes cacing ini. Pada manusia parasit
Paragonimus westermani ini
menyebabkan penyakit paragonimiasis.
3)
Trematoda
Usus
Macam-macam
spesies Trematoda usus adalah: Fasciolopsis
buski, H. heterophyes, M. yokagawai, Echinostoma revolutum, Hypoderaeum dan
Gastrodiscus. F. buski adalah
suatu trematoda yang didapat pada manusia atau hewan yang mempunyai ukuran
terbesar diantara trematoda lainnya. Cacing Hypoderaeum
adalah cacing trematoda kecil hanya
kurang lebih beberapa millimeter.
4)
Trematoda
Darah
Pada
manusia ditemukan 3 spesies penting:
Schistosoma japonicum, Schistosoma mansoni dan Schistosoma haematobium. Selain
spesies yang ditemukan pada manusia, masih banyak spesies yang hidup pada
binatang dan kadang-kadang dapat menghinggapi manusia. Hospes definitifnya
adalah manusia. Berbagai macam binatang dapat berperan sebagai hospes
reservoir. Pada manusia, cacing ini menyebabkan penyakit skitosomiasis atau
bilharziasis.
E.
Jenis penyakit yang paling umum
1)
Schistosomiasis
a)
Definisi
Schistosomiasis (juga dikenal sebagai bilharzia,
bilharziosis atau demam siput) adalah penyakit parasit yang disebabkan oleh
beberapa spesies kebetulan dari genus Schistosoma.
Pada
manusia ditemukan 3 spesies penting : Schistosoma
japonicum, Schistosoma mansoni dan Schistosoma haematobium. Di Indonesia
hanya di temukan 1 spesies yaitu Schistosoma
japonicum
Meskipun memiliki tingkat kematian rendah, schistosomiasis
sering adalah penyakit kronis yang dapat merusak organ-organ internal dan, pada
anak-anak, mengganggu pertumbuhan dan perkembangan kognitif.
Schistosomiasis (bilharziasis) adalah infeksi yang disebabkan
oleh cacing pipih (cacing pita). Ini seringkali menyebabkan ruam, demam,
panas-dingin, dan nyeri otot dan kadangkala menyebabkan nyeri perut dan diare
atau nyeri berkemih dan pendarahan.
·
Schistosoma
japonicum
Hospes
definitif : Manusia
dan berbagai binatang (anjing, kucing, rusa, babi, sapi,kuda, kerbau, tikus
sawah, dll)
Hospes
perantara : Keong
Oncomelania
Habitat
: Vena
mesenterica superior
Penyakit
:
Skistosomiasis japonika, oriental schistosomiasis,
penyakit Katayama, penyakit demam keong
b)
Etiologi
Schistosomiasis adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit
schistosoma, yaitu sejenis parasit berbentuk cacing yang menghuni pembuluh
darah usus atau kandung empedu orang yang dijangkiti.
Tidak seperti proses cacingan yang sering dijumpai, cacing
Schistosoma masuk ke tubuh inang bukan dari mulut, tapi langsung menembus
pori-pori kulit menuju aliran darah
menyerbu jantung dan paru-paru untuk selanjutnya menuju hati.
Schistosomiasis diperoleh dari berenang, menyeberangi, atau
mandi di air bersih yang terkontaminasi dengan parasit yang bebas berenang.
Schistosomes berkembang biak di dalam keong jenis khusus yang menetap di air,
dimana mereka dilepaskan untuk berenang bebas di dalam air. Jika mereka
mengenai kulit seseorang, mereka masuk ke dalam dan bergerak melalui aliran
darah menuju paru-paru, dimana mereka menjadi dewasa menjadi cacing pita
dewasa. Cacing pita dewasa tersebut masuk melalui aliran darah menuju tempat
terakhir di dalam pembuluh darah kecil di kandung kemih atau usus, dimana
mereka tinggal untuk beberapa tahun. Cacing pita dewasa tersebut meletakkan
telur-telur dalam jumlah besar pada dinding kandung kemih atau usus.
Telur-telur tersebut menyebabkan jaringan setempat rusak dan meradang, yang
menyebabkan borok, pendarahan, dan pembentukan jaringan luka parut. Beberapa
telur masuk ke dalam kotoran(tinja)atau kemih. Jika kemih atau kotoran pada
orang yang terinfeksi memasuki air bersih, telur-telur tersebut menetas, dan
parasit memasuki keong untuk mulai siklusnya kembali.
c)
Siklus
Hidup
Keterangan
gambar
1.
telur
cacing akan keluar bersama tinja hewan saat defekasi.
2.
Pada
kondisi menunjang (kelembaban suhu yang sesuai), telur akan berkembang dan
menetas mengeluarkan larva mirasidium didalam air dan berenang aktif di dalam
air, mencari keong perantara.
3.
Mirasidium
menembus masuk ke tubuh keong perantara dan akan berkembang menjadi sekaria di
dalam tubuh keong.
4.
Sekaria
sebagai bentuk yang infektif keluar dari keong, berenang aktif di dalam air,
Sekaria akan keluar menembus kulit manusia yang kontak dengan air. Dalam tubuh
manusia sekaria berkembang menjadi skistosomula yang dapat merusak paru.
5.
Skistosomula
dalam tubuh manusia berkembang dan hidup
di pembuluh darah , serta menjadi cacing dewasa di pembuluh darah di dalam hati
6.
Setelah
dewasa cacing kembali ke peredaran darah besar dan vena kecil dekat dengan
selaput lender atau usus. Cacing dewasa betina bertelur setelah bersatu dengan
cacing jantan dan dapat mencapai jumpalh ratusan ribu telur.
d)
Manifestasi
Klinik
1.
Gejala
klinis
Ketika Schistosoma pertama kali memasuki kulit, ruam yang
gatal bisa terjadi (gatal perenang). Sekitar 4 sampai 8 minggu kemudian (ketika
cacing pita dewasa mulai meletakkan telur), demam, panas-dingin, nyeri otot,
lelah, rasa tidak nyaman yang samar (malaise), mual, dan nyeri perut bisa
terjadi. Kelenjar getah bening bisa membesar untuk sementara waktu, kemudian
kembali normal. kelompok gejala-gejala terakhir ini disebut demam katayama.
Gejala-gejala
lain bergantung pada organ-organ yang terkena :
1)
Jika
pembuluh darah pada usus terinfeksi secara kronis : perut tidak nyaman, nyeri,
dan pendarahan (terlihat pada kotoran), yang bisa mengakibatkan anemia.
2)
Jika
hati terkena dan tekanan pada pembuluh darah adalah tinggi : pembesaran hati
dan limpa atau muntah darah dalam jumlah banyak.
3)
Jika
kandung kemih terinfeksi secara kronis : sangat nyeri, sering berkemih, kemih
berdarah, dan meningkatnya resiko kanker kandung kemih.
4)
Jika
saluran kemih terinfeksi dengan kronis : peradangan dan akhirnya luka parut
yang bisa menyumbat saluran kencing.
5)
Jika
otak atau tulang belakang terinfeksi secara kronis (jarang terjadi) : Kejang
atau kelemahan otot.
2.
Tanda
klinis
1)
Masa
tunas biologik
Waktu antara serkaria menembus kulit sampai menjadi dewasa
disebut masa tunas biologic. Perubahan kulit yang timbul berupa eritema dan
vapula yang disertai perasaan gatal dan panas. Bila banyak jumlah serkaria
menembus kulit, maka akan terjadi dermatitis. Biasanya kelainan kulit hilang
dalam waktu 2 atau 3 hari
2)
Stadium
akut
Stadium ini dimulai sejak cacing betina bertelur. Telur yang
diletakan di dalam pembuluh darah dapat keluar dari pembuluh darah, masuk ke
dalam jaringan sekitarnya dan akhirnya dapat mencapai lumen dengan cara
menembus mukosa, biasanya mukosa usus. Efek patologis maupun gejala klinis yang
disebabkan telur tergantung dari jumlah telur yang dikeluarkan, yang
berhubungan langsung dengan jumlah cacing betina.
3)
Stadium
Menahun
Kelainan atau tanda klinis
yang ditemukan adalah kerusakan hati atau sirosis hati dan limfa,
biasanya penderita menjadi lemah. Bila tidak diberi pengobatan dapat meninggal
dunia.
e)
Terapi
Schistosomiasis
Pengobatan schistosomiasis pada dasarnya adalah :mengurangi
dan mencegah kesakitan dan mengurangi sumber penular. Sebelum ditemukan obat yang
efektif,berbagai jenis obat telah dipakai untuk mengobati penderita
schistosomiasis, misalnya, hycanthone,niridazole, antimonials, amocanate dsb.
Obat-obat tersebut tidak efektif dan beberapa sangat toksik. Pada saat ini obat
yang dipakai adalah Praziquantel. (Sudomo M. 2008)
Praziquantel sangat efektif terhadap semua
bentuk schistosomiasis, baik dalam fase akut, kronik maupun yang sudah
mengalami splenomegali atau bahkan yang mengalami komplikasi lain. Obat
tersebut sangat manjur, efek samping ringan dan hanya diperlukan satu dosis
yaitu 60 mg/kg BB yang dibagi dua dan diminum dalam tenggang waktu 4-6 jam.
(Tjay, Tan Hoan & Rahardja, Kirana.2007)
Berikut
profil obat Praziquantel:
·
Praziquantel
merupakn derivate pirazino-isokuinolin.
·
Obat
ini merupakan antelmintik berspektrum lebar,
·
Efektif
terhadap cestoda dan termatoda pada hewan dan manusia
·
Praziquantel
berbentuk Kristal tidak berwarna dan rasanya pahit
Efek
Anthelmintik
In
vitro, Praziquantel diambil secara cepat dan reversible oleh cacing tapi tidak
di metabolisme. Kerjanya cepat melalui 2 cara :
1.
Pada
kadar efektif terendah menimbulkan peningkatan aktivitas otot cacing, karena
hilangnya Ca2+ intrasel sehingga tumbul kontraksi dan paralisis spastik yang
sifat reversible, yang mungkin mengakibatkan terlepasnya cacing dari tempatnya
yang normal dari hospes.
2.
Pada
dosis terapi yang lebih tinggi Praziquantel mengakibatkan vakuolisasi dan
vesikulasi tegument cacing sehingga isi cacing keluar, mekanisme pertahanan
hospes dipacu dan terjadi kehancuran cacing.
Farmakokinetik
·
Pada
pemberian oral absorpsinya baik
·
Kadar
maksimal dalam darah tercapai dalam 1-3 jam
·
Metabolisme
obat berlangsung cepat di hati
·
Waktu
paro obat 0,8-1,5 jam
·
Ekskresi
sebagian besar melalui urin dan sisanya melalui empedu.
f)
Pencengahan
Cara-cara
pencegahan :
1.
Memberi
penyuluhan kepada masyarakat di daerah endemis tentang cara cara penularan dan cara
pemberantasan penyakit ini.
2.
Buang
air besar dan buang air kecil dijamban yang saniter agar telur cacing tidak
mencapai badan-badan air tawar yang mengandung keong sebagai inang antara.
3.
Memperbaiki
cara-cara irigasi dan pertanian; mengurangi habitat keong dengan membersihkan
badan-badan air dari vegetasi atau dengan mengeringkan dan mengalirkan air
4.
Memberantas
tempat perindukan keong dengan moluskisida
5.
Untuk
mencegah pemajanan dengan air yang terkontaminasi (contoh : gunakan sepatu bot
karet). Untuk mengurangi penetrasi serkaria setelah terpajan dengan air yang
terkontaminsai dalam waktu singkat atau secara tidak sengaja yaitu kulit yang basah
dengan air yang diduga terinfeksi dikeringkan segera dengan handuk. Bisa juga
dengan mengoleskan alkohol 70% segera pada kulit untuk membunuh serkaria.
6.
Persediaan
air minum, air untuk mandi dan mencuci pakaian hendaknya diambil dari sumber
yang bebas serkaria atau air yang sudah diberi obat untuk membunuh
serkariannya. Cara yang efektif untuk membunuh serkaria yaitu air diberi iodine
atau chlorine atau dengan menggunakan kertas saring. Membiarkan air selama 48
?72 jam sebelum digunakan juga dianggap efektif.
7.
Obati
penderita di daerah endemis dengan praziquantel untuk mencegah penyakit
berlanjut dan mengurangi penularan dengan mengurangi pelepasan telur oleh
cacing.
8.
Para
wisatawan yang mengunjungi daerah endemis harus diberitahu akan risiko
penularan dan cara pencegahan.
2)
Fasciolopsiasis
a)
Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh
trematoda usus fasciolopsis buski,
di temukan di RRC, Taiwan, Vietnam, Thailand, dan Indonesia.
Cacing trematoda fasciolopsis buski adalah suatu trematoda
yang di dapatkan pada manusia atu hewan. Trematoda tersebut mempunyai ukuran
terbesar di antara treramatoda lain yang di temukan pada manusia.
Cacing ini pertama kali di temukan oleh Busk (1843) pada
autopsi seorang pelaut yang meninggal di London.
Hospes
definitif : Manusia, babi, anjing, kucing
Hospes
perantara pertama : Keong air tawar
(Segmentina, Hippeutis)
Hospes
perantara kedua : Tumbuh-tumbuhan
air (Morning glory, Elichoris Eichornia grassipes, Trapa natans, Trapa
bicornis, tuberosa, Zizania)
Habitat :
Usus halus
Penyakit :
Fasciolopsiasis
Distribusi
geografik : China, Taiwan,
Thailand, Malaysia, Laos, India, Vietnam dan Indonesia
b)
Siklus
Hidup
Cacing dewasa hidup dalam usus halus memproduksi telur
sampai 25000 butir/ekor/hari yang keluar melalui feses. Telur menetas pada suhu
optimum (27-32oC) selama sekitar 7 minggu. Meracidium keluar dan masuk kedalam
hospes intermedier siput yang termasuk dalam genus segmentia dan hippeutis
(planorbidae) untuk membentuk sporocyst. Sporocyst berada dalam jantung dan
hati siput, kemudian mengeluarkan redia induk, kemudian redia induk memproduksi
redia anak. Redia berubah menjadi cercaria keluar dari tubuh siput dan berenang
dalam air, kemudian menempel pada tanaman/sayuran/rumput dimana cercaria
berubah menjadi metacercaria. Bila tanaman tersebut dimakan/termakan
manusia/babi maka cercaria menginfeksi hospes definitif.
c)
Manifestasi
Klinik
1.
Gejala Klinis
Gejala
klinis lebih banyak disebabkan oleh cacing dewasa. Cacing dewasa melekat pada
dinding usus sehingga menimbulkan lesi iritasi, reaksi radang, intoksikasi
umum, dan kolik usus. Infeksi ringan umumnya tanpa gejala.
Infeksi
berat :
·
Diare
·
Nyeri
epigastrium
·
Kad.
Konstipasi
·
Tinja
kuning berbau busuk & berisi sisa-sisa makanan
·
Napsu
makan baik / berlebihan
2.
Tanda
klinis
Diagnosis dapat di tetapkan dengan melihat gejala klinis yang
terjadi pada penderita yang berada di daerah endemis dan dipastikan menemukan
telur dalam feses pada penderita.
d)
Pengobatan
Praziquantel (drug of choice)
-15 mg/kg BB dosis tunggal
Niclosamide 150 mg/kg/hari dosis
tunggal selama 1-2 hari
Tetrachloroethylene : 0,1 mg/kg
e)
Pencengahan
1.
Memberi
penyuluhan kepada masyarakat di daerah endemis tentang cara cara penularan dan cara
pemberantasan penyakit ini.
2.
Buang
air besar dan buang air kecil dijamban yang saniter agar telur cacing tidak
mencapai
badan-badan air tawar yang mengandung keong sebagai inang antara.
3.
Memperbaiki
cara-cara irigasi dan pertanian; mengurangi habitat keong dengan
4.
membersihkan
badan-badan air dari vegetasi atau dengan mengeringkan dan mengalirkan air
5.
Memberantas
tempat perindukan keong dengan moluskisida
6.
Untuk
mencegah pemajanan dengan air yang terkontaminasi (contoh : gunakan sepatu bot
karet). Untuk mengurangi penetrasi serkaria setelah terpajan dengan air yang
terkontaminsai dalam waktu singkat atau secara tidak sengaja yaitu kulit yang
basah dengan air yang diduga terinfeksi dikeringkan segera dengan handuk. Bisa
juga dengan mengoleskan alkohol 70% segera pada kulit untuk membunuh
serkaria.
7.
Persediaan
air minum, air untuk mandi dan mencuci pakaian hendaknya diambil dari sumber
yang bebas serkaria atau air yang sudah diberi obat untuk membunuh
serkariannya. Cara yang efektif untuk membunuh serkaria yaitu air diberi iodine
atau chlorine atau dengan menggunakan kertas saring. Membiarkan air selama 48
?72 jam sebelum digunakan juga dianggap efektif.
8.
Obati
penderita di daerah endemis dengan praziquantel untuk mencegah penyakit
berlanjut dan mengurangi penularan dengan mengurangi pelepasan telur oleh
cacing.
9.
Mengurangi
sumber infeksi dengan mengobati penderita. Untuk selanjutnya ditujukan pada
tuan rumah perantara dengan memusnahkan keong air atau juka dimakan, memakannya
harus dimasak terlebih dahulu.
BAB
III
PENUTUP
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Trematoda berasal dari bahasa yunani Trematodaes yang
berarti punya lobang, bentuk tubuh pipih
dorso ventral seperti daun.Umumnya semua organ tubuh tak punya ronggat tubuh
dan mempunyai Sucker atau kait untuk menempel pada parasit ini di luar atau di
organ dalam induk semang. Saluran pencernaaan mempunyai mulut, pharink, usus
bercabang cabang. tapi tak punya anus.
Trematoda merupakan cacing pipih yang berbentuk seperti
daun, filum PLATYHELMINTHES dan hidup sebagai parasit. Mereka dilengkapi dengan
alat-alat ekskresi, alat pencernaan, alat reproduksi jantan dan betina yang
menjadi satu (hermafrodit) kecuali pada Trematoda darah (Schistosoma). Mempunyai batil isap kepala (mulut) di bagian
anterior tubuh dan batil isap perut di bagian posterior tubuh (asetabulum).
Trematoda
terbagi atas beberapa jenis :
1.
Trematoda Hati (Clonorchis sinensis)
Clonorchis sinensis, Fasciola hepatica, F. gigantica.
2.
Trematoda
Paru (Paragonimus westermani)
Paragonimus westermani ini menyebabkan penyakit paragonimiasis.
3.
Trematoda
Usus
Macam-macam
spesies Trematoda usus adalah: Fasciolopsis
buski, H. heterophyes, M. yokagawai, Echinostoma revolutum, Hypoderaeum dan
Gastrodiscus.
4.
F. Trematoda Darah
Pada
manusia ditemukan 3 spesies penting:
Schistosoma japonicum, Schistosoma mansoni dan Schistosoma haematobium.
B.
Saran
Saran kami kepada
pembaca agar sebaiknya isi dalam makalah ini yakni tentang parasit yang
tergolong pada kelas Trematoda agar tidak hanya dibaca tetapi juga di pahami,
agar nantinya isi makalah ini bisa di jadikan pengetahuan baru dan berguna bagi
kehidupan diri dan orang lain.
Dan agar nantinya bisa mecengah dan mengimplementasikan
dalam masyarakat tentang ilmu yang di dapat dalam makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Gandahusada,
srisasi Prof.dr. dkk (ed). Parasitologi Kedokteran. Edisi ketiga, 2002. balai
Penerbit FKUI. Jakarta.
http://www.scribd.com/doc/27508812/43/FASCIOLOPSIS-BUSKI
http://www.sodiycxacun.web.id/2010/04/parasitologi-dasar.html